I‘JA<Z AL-QUR’A<N
TENTANG REPRODUKSI
MANUSIA
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“STUDI
AL-QUR’AN ”
Dosen Pengampu:
Dr. H. Ahmad Subakir,
M.Ag
Dr. A. Halil Thahir, MHI
Oleh:
IDA MASRUROTIN
NIM : 922.001.14.002
PROGRAM
PASCASARJANA
STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2014
/ 2015
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci kaum
muslimin menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka
imani serta diaplikasikan dalam kehidupan agar memperoleh kebaikan di dunia dan
di akhirat. Selain itu Al-Qur’an menjadi mu’jizat terbesar bagi Nabi
Muhammad SAW, dan mu’jizat Al-Qur’an ini hukumnya sepanjang masa, karena
tidak akan ada satu manusia pun yang mampu membawa satu kitab tandingan atau
sama dengan Al-Qur’an. Jadi, sebagai seorang muslim wajib bagi kita untuk
mengimaninya dengan sepenuh hati.
I’ja>z Al-Qur’a>n
adalah bagian dari Ilmu-ilmu Al-Qur’an yang mempelajari tentang segala sesuatu
yang menyangkut kemu’jizatan Al-Qur’an. Dan makalah ini dibuat dengan tujuan
memperjelas kemu’jizatan Al-Qur’an. Diharapkan setelah kita memahaminya kita
dapat lebih mencintai Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam setiap segi kehidupan.
Dengan perantara mukjizat,
Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat
dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah diberikan kepada
para nabi mempunyai fungsi yang sama, yaitu memainkan peranannya dan mengatasi kepandaian kaumnya disamping
membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada diatas segala-galanya.
Suatu umat yang tinggi pengetahuanya dalam ilmu
kedokteran, misalnya tidak wajar dituntun dengan mukjizat dalam ilmu
tata bahasa, begitu pula sebaliknya. Tuntunan dan pengarahan yang ditunjukkan
pada suatu umat harus berkaitan dengan pengetahuan mereka karena Allah tidak
akan mengarahkan suatu umat pada hal-hal yang tidak mereka ketahui. Tujuannya
adalah agar tuntunan dan pengarahan Allah bermakna. Disitulah letak mukjizat yang telah diberikan
kepada para Nabi.
Namun, pembahasan tentang i‘jaz al-Qur’an ini
telah banyak dibahas oleh banyak ulama dan pakar dalam berbagai buku umum maupun
khusus dan menimbulkan kontroversi dan silang pendapat. Tetapi persoalan i’jaz
al-Qur’an tidak dengan sendirinya menjadi selesai tanpa dikaji lebih
lanjut. Sebaliknya, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama teknologi informasi, persoalan mukjizat termasuk kemukjizatan
al-Qur’an terkadang dipandang sebagai sesuatu yang tidak lagi sakral, dan
karenanya tidak jarang sejumlah orang mempersamakan al-Qur’an dengan
bacaan-bacaan atau tulisan lain. Termasuk dalam memahaminya. Akibatnya,
seringkali terjadi kekeliruan pemahaman dan penafsiran al-Qur’an karena
mengabaikan aspek kemukjizatannya itu. Padahal, betapa penting kedudukan ilmu i‘jaz
al-Qur’an dalam menafsirkan al-Qur’an.[1]
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan diantaranya adalah apa pengertian I’ja>z dan mukjizat Al-Qur’an, ada
berapa macam mukjizat itu, apa saja Unsur-unsur mukjizat, apa saja aspek kemukjizatan Al-Qur’an dan apa
faedah adanya kemukjizatan Al-Qur’an itu?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
I’ja>z / mukjizat Al-Qur’an
Dari segi etimology
/ bahasa kata I’ja>z berasal dari kata a‘jaza-yu‘jizu-I‘ja>zan yang
berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan
atau memperlemah[2] Secara umum I’ja>z
adalah ketidak mampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari kemampuan/keberdayaan.[3] Oleh
karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan
mukjizat.
Dalam Al-Qur’an,
kata ‘ajaza dalam berbagai bentuk (derivasinya) terulang sebanyak 26
kali dalam 21 surat dan 25 ayat. Dan kata ‘ajaza dalam Al-Qur’an
digunakan untuk beberapa pengertian, di antaranya “ tidak mampu” seperti
terdapat dalam ayat:
y]yèt7sù ª!$# $\/#{äî ß]ysö7t Îû ÇÚöF{$# ¼çmtÎãÏ9 y#øx. ͺuqã nouäöqy ÏmÅzr& 4 tA$s% #ÓtLn=÷uq»t ßN÷yftãr& ÷br& tbqä.r& @÷WÏB #x»yd É>#{äóø9$# yͺuré'sù nouäöqy ÓÅr& ( yxt7ô¹r'sù z`ÏB tûüÏBÏ»¨Y9$# ÇÌÊÈ
“kemudian Allah
menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. berkata
Qabil: "Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" karena itu
jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” [4]
Sedang yang
dimaksud dengan I‘ja>z secara terminology ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana
yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
a.
Menurut Manna>’ Khali>l Al Qat}t}a>n
I‘ja>z adalah menetapkan kelemahan.
Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidak mampuan mengerjakan sesuatu,
lawan dari kemampuan. Jadi maksud dari I‘ja>z disini adalah menampakkan
kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain sebagai rasul utusan Allah SWT
dengan menampakan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau
menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan
generasi sesudah mereka.[5]
b.
Sedangkan menurut Ali al S}a>buniy:
I’ja>z ialah menetapkan kelemahan
manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang
serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah swt
yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabianya.
Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan
tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun.
Dari definisi di
atas dapat di fahami antara I’ja>z dan mukjizat itu dapat dikatakan
melemahkan. Hanya saja pengertian I’ja>z di atas mengesankan batasan yang
lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan
batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga
perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia secara keseluruhan.
Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’ja>z dan mukjizat
itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari
ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya
sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang dibawanya[6]
Ditampilkan I’ja>z
atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan untuk menampakkan
kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan mereka bahwa
Muhammad SAW adalah benar-benar utusan Allah. Dan Al-Qur’an itu benar-benar
diturunkan dari sisi Allah swt. Kepada Muhammad yang mana Al-Qur’an itu sama
sekali bukanlah perkataan manusia atau perkataan lainnya.
Al-Quran digunakan
oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-orang pada masa beliau dan
generasi sesudahnya yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman
Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah Nabi saw dan
ajaran yang di bawanya. Terhadap mereka sesungguhnya mereka memiliki
tingkat fas}a>hah dan balag}ah sedemikian tinggi dibidang
bahasa Arab. Nabi meminta mereka untuk menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan.[7]
1) Diajak
bertanding dengan Al-Qur’an seluruhnya.[8]
@è% ÈûÈõ©9 ÏMyèyJtGô_$# ߧRM}$# `Éfø9$#ur #n?tã br& (#qè?ù't È@÷VÏJÎ/ #x»yd Èb#uäöà)ø9$# w tbqè?ù't ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ öqs9ur c%x. öNåkÝÕ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 #ZÎgsß
“Katakanlah,
sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an
ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi yang sebagian lagi”(Q.S: Al-Isra>’ :
88).
2) Diajak
lagi mereka bertanding dengan sepuluh surat dari Al-Qur’an itu.
÷Pr&
cqä9qà)t çm1utIøù$#
(
ö@è% (#qè?ù'sù
Îô³yèÎ/ 9uqß ¾Ï&Î#÷VÏiB ;M»tutIøÿãB
(#qãã÷$#ur
Ç`tB OçF÷èsÜtGó$#
`ÏiB Èbrß
«!$# bÎ)
óOçFZä.
tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÌÈ óO©9Î*sù
(#qç7ÉftFó¡o öNä3s9 (#þqßJn=÷æ$$sù !$yJ¯Rr& tAÌRé&
ÄNù=ÏèÎ/ «!$# br&ur
Hw tm»s9Î)
wÎ) uqèd (
ö@ygsù OçFRr& cqßJÎ=ó¡B
ÇÊÍÈ
“Bahkan
mereka mengatakan, – Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu. Katakanlah
(kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang
menyamainya. Dan panggilah orang-orang kamu sanggup (memanggilnya) selain
Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka yang kamu panggil
itun tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Al-Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah (Q.S: Hu>d : 13-14)”
3) Setelah
itu diajak lagi bertanding dengan satu surat saja.
÷Pr& tbqä9qà)t çm1utIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrß «!$# bÎ) ÷LäêYä. tûüÏ%Ï»|¹
“Atau
(patutkah) mereka mengatakan Muhammad membuatnya. Katakanlah (kalau benar yang
kamu katakan itu) maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya “ (Q.S: Yunus
: 38). Tantangan ini diulang lagi dalam firmannya:
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷u $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrß «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹
“dan
jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
(Q.S: Al-Baqa>rah : 23)
Mukjizat yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Miracle adalah sebuah
kata yang sudah tidak asing lagi bagi umat Islam. Mukjizat adalah kejadian
(peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia.[9] Suatu
hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi,
sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan
atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
2.
Unsur-unsur
Mukjizat
Bertolak dari definisi di atas tampak bahwa untuk mengatakan sesuatu itu
mukjizat terdapat beberapa unsur yang harus diperhatikan yaitu [10]:
a)
Mukjizat harus berupa peristiwa luar biasa. Peristiwa atau kejadian itu
dikatakan Mukjizat adalah harus berupa sesuatu yang tidak disanggupi oleh
selain Allah.
b)
Mukjizat harus disampaikan oleh para Nabi. Adapun kejadian-kejadian luar
biasa yang terjadi kepada seseorang yang kelak menjadi Nabi dikatakan sebagai Irhas},
kepada seseorang taat kepada Allah swt. dikatakan sebagai
Kara>mah,
dan kepada seseorang yang
durhaka kepada Allah swt, dikatakan sebagai lha>nah (penghinaan) atau
Istidra>>j (rangsangan untuk lebih durhaka).
c)
Mukjizat harus mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Dengan
demikian, tantangan tersebut berbarengan dengan pengakuannya sebagai Nabi.
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a)
Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya
kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi
Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta
mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain. Imam Jalaludin as-Suyuthi,
beliau berpendapat bahwa kebanyakan mukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri
para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik.
b)
Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat
nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional
dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bisa abadi sampai hari Qiamat. Oleh karena itu, mukjizat al-Quran yang
bersifat rasional, sisi i’jaznya hanya
bisa diketahui
dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bisa diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian
sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat
fisik yang telah dianugerahkan Allah kepadanya untuk memperkuat dakwahnya.
4.
Aspek-aspek kemukjizatan
Al-Qur’an
a)
Segi kebahasaan[12]
Gaya bahasa Al
Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al Qur’an
secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi
ketinggian Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba
menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat
cemoohan dari masyarakat. Diantara pendusta dan musyrik Arab pada saat itu yang
berusaha untuk menandingi ialah Musailimah Al-Kadhab dan tokoh-tokoh masyarakat
Arab lain pada waktu itu yang ingin menandingi kalam Allah itu, namun selalu
mengalami kegagalan.
kemukjizatan al-Quran
dari segi bahasanya bisa kita lihat dari tiga hal yaitu :
1) Nada dan
langgamnya .
Ayat- ayat alqur’an bukanlah
syair atau puisi tetapi kalau kita dengar akan nampak keunikan dalam irama dan
ritmenya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata – kata yang
dipilih melahirkan keserasian bunyi dan kemudian kumpulan kata – kata itu
melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat- ayatnya .
Contoh:
ÏM»tãÌ»¨Y9$#ur $]%öxî ÇÊÈ ÏM»sÜϱ»¨Z9$#ur $VÜô±nS ÇËÈ ÏM»ysÎ7»¡¡9$#ur $[sö7y ÇÌÈ ÏM»s)Î7»¡¡9$$sù $Z)ö7y ÇÍÈ ÏNºtÎn/yßJø9$$sù #XöDr& ÇÎÈ[13]
2)
Singkat dan padat.
Dalam
al-qur an banyak kita jumpai ayat- ayat nya singkat tetapi padat artinya, sehingga
menyababkan berbagai macam pemahaman dari setiap mereka yang membacanya .
Contoh:
t
3
ª!$#ur ä-ãöt `tB
âä!$t±o ÎötóÎ/ 5>$|¡Ïm
ÇËÊËÈ
“kehidupan
dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang
hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih
mulia daripada mereka di hari kiamat. dan Allah memberi rezki kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.”
[14]
3) Memuaskan
para pemikir kebanyakan orang .
Bagi orang awam,
ayat Al-Qur an mungkin terasa biasa, tetapi bagi para filosof dengan ayat
yang sama akan melahirkan pemahaman yang luar biasa.
b)
Segi Tasyri’ (penetapan hukum)[15]
Al Qur’an
menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang,
ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila
kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa
Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah
amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah
sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
Al
Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum:
1) Secara
global
Persoalan ibadah
umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para
ulama melalui ijtihad.
2) Hukum yang
dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang-piutang,
makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah
perkawinan.
c)
Berita tentang hal-hal yang ghaib[16]
Al-Qur’an berbicara tentang kaum thamu>d dan
kaum ‘A>d yang kepada mereka diutus Nabi S}aleh dan Nabi Hud. Banyak uraian
al-Qur’an tentang kedua kaum ini, baik dari segi kemampuan dan kekuatan mereka,
maupun kedurhakaan dan pembangkangan mereka terhadap Tuhan dan utusan-Nya.
Mereka akhirnya dihancurkan Allah dengan gempa dan angin ribut yang sangat
dingin lagi kencang. Hal ini dilukiskan olehSurah Al-H{a>qqah [69]: 4-7
sebagai berikut:
ôMt/¤x. ßqßJrO 7%tæur ÏptãÍ$s)ø9$$Î/ ÇÍÈ $¨Br'sù ßqßJrO (#qà6Î=÷dé'sù ÏpuÏî$©Ü9$$Î/ ÇÎÈ $¨Br&ur ×$tã (#qà6Î=÷dé'sù 8xÌÎ/ A|Àö|¹ 7puÏ?%tæ ÇÏÈ $ydt¤y öNÍkön=tã yìö7y 5A$us9 spuÏY»yJrOur BQ$r& $YBqÝ¡ãm utIsù tPöqs)ø9$# $pkÏù 4Ótç÷|À öNåk¨Xr(x. ã$yfôãr& @@øwU 7ptÍr%s{ ÇÐÈ
“kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat.
Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah
dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.
Adapun kaum 'Aad Maka mereka telah dibinasakan
dengan angin yang sangat dingin lagi Amat kencang,
yang Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus
menerus; Maka kamu Lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).”
d)
Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali
isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al Qur’an misalnya:
1. Cahaya
matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan sebagaimana
yang dijelaskan firman Allah berikut :[17]
uqèd Ï%©!$# @yèy_ [ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# Ï9ºs wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_Áxÿã ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt
“Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
munzilah-munzilah (tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus (10): 5).
2. Kejadian
alam semesta, sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
óOs9urr& tt tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
“dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”[18]
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa langit dan bumi
tadinya merupakan satu gumpalan. Tetapi al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana
terjadinya pemisahan itu, namun apa yang dikemukakan diatas tentang keterpaduan
alam raya kemudian pemisahannya dibenarkan oleh observasi para ilmuwan.[19]
3.Tentang warna hijau pada pohon. Seperti dalam
firman Allah QS. Ya>si>n [36]: 80 sebagai berikut:
Ï%©!$# @yèy_ /ä3s9 z`ÏiB Ìyf¤±9$# Î|Ø÷zF{$# #Y$tR !#sÎ*sù OçFRr& çm÷ZÏiB tbrßÏ%qè? ÇÑÉÈ
“Yaitu
Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu
nyalakan (api) dari kayu itu".
Al-Syajar al-akhd}ar
menurut sebagian ilmuwan adalah “zat hijau daun” atau yang dikenal dengan
chloropyll (klorofil). Allah menjadikan dari pohon yang hijau suatu energi.[20]
1. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh,diantaranya :
a.
Al-h}aya>h (hidup) dan al-mau>t
(mati),masing-masing sebanyak 145 kali;
b.
Al-na>f
(manfaat) dan Al-madza>rah (mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali;
c.
Al-ha>r
(panas) al-bard (dingin) masing-masing 4 kali;
d.
Al-S{a>liha>t (kebajikan) dan al-Sayyia>t
(keburukan),masing-masing167 kali;
e.
Al-T{uma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhai>q
(kesempitan/ kekesalan),masing-masing13 kali;
f.
Al-rabah
(cemas/takut) dan al-raghbah (harap/ingin),masing-masing 8 kali;
g.
Al-Kufr
(kekufuran) dan al-I<man (iman) dalam bentuk definite, masing-masing
17 kali;
h.
Al-S{{ay>f (musim panas) dan al-syita>>’
(musim dingin), masing-masing 1 kali
2. Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya:
a. Al-harth dan al-zira>’ah (membajak/bertani),
masing-masing 14 kali;
b.
Al-‘Usb
dan al-d}uru>r (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27
kali;
c.
Al-D{a>llu>n dan al-Mawta> (orang
sesat/mati jiwanya),masing-masing 17 kali;
d.
Al-Quran, al-Wahyu dan al-Isla>m (Al-quran, wahyu, dan islam),
masing-masing sebanyak 70 kali;
e.
Al-‘Aql
dan al-Nu>r (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali;
f.
Al-Jahr
dan al-‘Ala>niyah (nyata),masing-masing 16 kali.
3. keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya:
a. Al-Infa>q (infaq) dngan al-Ridha (kerelaan),masing-masing
73 kali;
b.
Al-Bukhl
(kekikiran) dengan al- Hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali,
c.
Al-Ka>firun (orang-orang kafir) dengan al-Na>r/al-Ahra>q
(neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali;
d.
Al-Sala>m (kedamaian) dengan Al-T{ayyba>t
(kebajikan), masing-masing 60 kali
4. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
a. Al-Isra>f (pemborosan) , dengan al-Sur’ah
(ketergesaan), masing-masing 23 kali.
b. Al-Maw’iz}ah (nasehat/petuah) dengan al-Lisa>n
(lidah), masing-masing 25 kali.
c. Al- Asra (tawanan) dengan al- Harb (perang)
masing- masing 6 kali.
d. Al-Sala>m
(kedamaian)
dengan al-T{ayyiba>t (kebajikan) masing-masing 60 kali.
e. Al-Sala>m
(kedamaian)
dengan al-T{ayyiba>t (kebajikan) masing-masing 60 kali.
5. Disamping
keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus:
a. Kata yau>m;
(hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam
setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayya>m)
atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam
sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat du
belas kali sama dengan jumlah dalam setahun.
b.
Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh
macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqa>rah
(2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-Mu’minu>n
(23) ayat 86, surat Fus}s}ilat (41) ayat 12, surat Al-T{alaq (65)
ayat12, surat Al-mulk (67) ayat 3, dan surat Nu>h (71) aya 15.
Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari
dinyatakan pula dalam 7 ayat.
c.
Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik
rasul atau nabi atau bashi>r (pembawa berita gembira) atau nadhi>r
(pemberi nada peringatan), semuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang
dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita tersebut,
yakni 518.
I’jaz al-Quran
dapat memberikan manfaat bagi orang yang mempelajari dan mengkaji. Baik itu
orang awam ataupun para ilmuan, cendikiawan, dan semua kalangan manusia yang
senantiasa mempergunakan akal sehatnya. Adapun manfaat yang dapat dipetik dari
I’jaz al-Quran akan disebutkan dibawah ini:
a)
Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan
redaksial-Quran dapat memberikan kesegaran kepada akal dan hati, baik orang
awam ataupun kaum cendikiawan.
b)
Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai
media dakwah untuk menarik hati orang.
c)
Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat
dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke
arah yang benar.
d)
Dapat dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran
al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
e)
Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah
Muhammad Saw.
f)
Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal
isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
g)
Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen,
berinovasi, dan berkarya dalam ilmu pengetahuan.
h)
Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
i)
Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai
landasan dalam beribadah, baik ibadah secara vertikal ataupun horizontal.
j)
Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan
keturunan dengan menganut dan mengindahkan tasyri’-Nya.
6. Isyarat-isyarat
ilmiah Al-Qur’an tentang Reproduksi Manusia menurut Quraish Shihab dalam
bukunya Mukjizat al-Qur’an.
Al-Quran berbicara panjang lebar tentang manusia,
dan salah satu yang diuraikannya adalah persoalan reproduksi manusia, serta
tahap-tahap yang dilaluinya hingga tercipta sebagai manusia ciptaan Tuhan yang
lain daripada yang lain. Berikut dikemukakan sekelumit tentang persoalan ini,
khususnya yang berkaitan dengan tahap pembuahan atau pertemuan sperma dan ovum.[23]
Terdapat paling tidak tiga ayat Al-Quran yang
berbicara tentang sperma (mani) yaitu :
(a)
Surah
Al-Qiyamah [75]: 36-39:
Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# br& x8uøIã ´ß ÇÌÏÈ óOs9r& à7t ZpxÿôÜçR `ÏiB %cÓÍ_¨B 4Óo_ôJã ÇÌÐÈ §NèO tb%x. Zps)n=tæ t,n=yÜsù 3§q|¡sù ÇÌÑÈ @yèpgmú çm÷ZÏB Èû÷üy_÷r¨9$# tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur ÇÌÒÈ
“Apakah manusia
mengira bahwa ia akan ditinggalkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?
Bukankah dia dahulu nut}fah dari mani yang dituangkan (ke dalam rahim),
kemudian ia menjawab ‘alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya?
Lalu Allah menjadikan darinya sepasang lelaki dan perempuan?”
(b)
Surah An-Najm
[53]: 45-46:
¼çm¯Rr&ur t,n=y{ Èû÷üy_÷r¨9$# tx.©%!$# 4Ós\RW{$#ur ÇÍÎÈ `ÏB >pxÿôÜR #sÎ) 4Óo_ôJè? ÇÍÏÈ
“Dan bahwa
sesungguhnya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan, lelaki dan perempuan,
dari nuthfah apabila dipancarkan.”
(c)
Surah
Al-Waqi’ah [56]: 58-59:
Läê÷uätsùr& $¨B tbqãZôJè? ÇÎÑÈ óOçFRr&uä ÿ¼çmtRqà)è=ørB ÷Pr& ß`óstR tbqà)Î=»sø:$# ÇÎÒÈ
“Maka terangkanlah
kepada-Ku tentang apa yang kamu pancarkan (mani). Kamukah yang menciptakannya
atau Kami?”
Ayat
Al-Qiya>mah di atas secara tegas menyatakan bahwa nut}fah merupakan bagian kecil dari mani yang dituangkan ke dalam
rahim. Kata nut}fah dalam bahasa
Al-Quran adalah “setetes yang dapat menambah sahi”. Informasi Al-Quran tersebut
sejalan dengan penemuan ilmiah pada abad ke dua puluh ini yang menginformasikan
bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar
dua ratus juta benih manusia, sedangkan yang berhasil bertemu dengan ovum hanya
satu saja. Itulah yang dimaksud Al-Quran dengan (nut}fah dari mani yang memancar).
Selanjutnya
ayat Al-Najm di atas menginformasikan bahwa dari setes nut}fah yang memancar itu Allah
menciptakan kedua jenis manusia lelaki dan perempuan. Sekali lagi Al-Quran
memberikan informasi yang sangat akurat. Penelitian ilmiah membuktikan adanya
dua macam kandungan sperma (mani lelaki) yaitu kromosom lelaki yang
dilambangkan dengan huruf “Y”, dan kromosom perempuan perempuan yang
dilambangkan dengan huruf “X”. Sedangkan ovum (milik perempuan) hanya
semacam,yaitu yang dilambangkan dengan huruf X. Apabila yang membuahi ovum
adalah sperma yang memiliki kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah lelaki,
dan bila X bertemu dengan X, maka anak yang dikandung adalah perempuan. Jika
demikian yang menentukan jenis kelamin adalah nut}fah yang dituangkan ayah itu.
Ayat
lain yang mengisyaratkan peranan sperma dalam menentukan jenis kelamin anak
adalah firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah [2]: 223:
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© (
“Istri-istri kamu
adalah ladang untukmu, maka garaplah ladangmu bagaimana kamu kehendaki.....
Apabila
petani menanam tomat di ladangnya maka jangan harapkan yang tumbuh adalah buah
selain tomat, karena ladang hanya menerima benih. Ini berarti yang menentukan
jenis tanaman yang berbuah adalah petani bukan ladangnya. Wanita atau istri
oleh ayat di atas diibaratkan dengan ladang. Jika demikian bukan wanita yang
menentukan jenis kelamin anak, tetapi yang menentukan adalah benih yang
“ditanam” ayah di dalam rahim.
Hasil
pertemuan antara sperma dan ovum dinamai oleh Al-Quran nut}fah amsha>j:
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ÅÁt/ ÇËÈ
“Sesungguhnya
kami menciptakan manusia dari setetes nuthfah amsyaj (yang bercampur). Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu kami jadikan dia
mendengar dan melihat (QS. Al-Insa>n
[76]: 2).
Pada tahun
1883, Van Bender membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang sama
dalam membentuk benih yang telah bertemu itu, dan pada tahun 1912 morgan
membuktikan peranan kromosom dalam pembentukan janin.
Menarik untuk
diketahui bahwa kata amsha>j berbentuk
jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah masha>j.
Sementara itu, nut}fah adalah bentuk
tunggal, dan bentuk jamaknya adalah amsha>j
tidak lurus, karena ia berkedudukan sebagai ajektif/sifat dari nut}fah, sedangkan bahasa Arab
menyesuaikan sifat dengan yang disifatinya. Jika feminin maka sifatnya pun
demikian, dan jika tunggal sifatnya pun tunggal, serta jika jamak juga jamak.
Nah, di sini, terlihat bahwa nut}fah berbentuk
tunggal sedangkan amsha>j—seperti
dikemukakan di atas—berbentuk jamak.
Pakar-pakar
bahasa menyatakan bahwa sifat dari satu hal yang berbentuk tunggal mengambil
bentuk jamak, maka itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh
bagian-bagian kecil dari yang disifatinya. Dalam hal nut}fah maka sifat amsha>j
(bercampur) bukan sekedar bercampurnya dua hal sehingga menyatu atau
terlihat mantap sehingga mencangkup seluruh bagian dari nut}fah tadi. Nut}fah amsha>j itu sendiri adalah
hasil percampuran sperma dan ovum, yang masing-masing memiliki 46 kromosom.
Jika demikian
wajar bila ayat di atas menggunakan bentuk jamak untuk menyifati nut}fah yaitu memiliki jumlah yang
banyak dari kromosom itu. Dan informasi Al-Quran tidak berhenti di
sana.dilanjtkannya bahwa nut}fah tersebut
dalam proses selanjutnya menjadi ‘alaqah dengan
firman-Nya:
¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ
Kemudian
Kami jadikan nut}fah itu ‘alaqah (QS Al-Mu’minun
[23]: 14)
Pakar-pakar
embriologi menegaskan bahwa setelah terjadi pembuahan (amsha>j), maka nut}fah tersebut
berdempet di dnding rahim, dan inilah yang dimaksud oleh Al-Quran dengan ‘alaqah.
Kata
‘alaqah dalam kamus-kamus bahasa
mempunyai banyak arti, antara lain segumpal darah, atau sejenis cacing yang
terdapat di dalam air bila diminum dapat melengket di tenggorokan. Kata ‘alaqah akar katanya ‘aliqa yang berarti “tergantung”/melengket. Al-Quran menggunakannya
dalam konteks uraiannya tentang reproduksi manusia untuk makna terakhir ini.
Yaitu ketika nut}fah tersebut melengket di dinding rahim. Dari
beberapa penelitian diatas membuktikan kemukjizatan al-Qur’an yang luar biasa,
dari mana Muhammad (SAW) memperoleh informasi yang demikian akurat itu, padahal
hakikat ilmiah ini baru ditemukan oleh ilmuwan setelah seribu tahun lebih dari
kedatangan beliau, Kemudian, bukankah
beliau adalah seorang ummy , tidak
pandai membaca dan menulis?” itulah wahyu Allah Yang Maha Mengetahui yang
disampaikan -Nya kepada hamba pilihan-Nya.
C. PENUTUP / KESIMPULAN
1. Pengertian
I’jaz Al-Qur’an
Dari segi bahasa
kata I’jaz berasal dari kata a’jaz-yujizu-I’jaz yang berarti melemahkan atau
memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah. Secara terminology
I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain sebagai
rasul utusan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-orang Arab untuk
menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.
2.
Unsur-unsur Mukjizat:
a.
Mukjizat harus berupa peristiwa luar biasa.
b.
Mukjizat harus disampaikan oleh para Nabi.
c.
Mukjizat harus mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
3.
Macam-macam Mukjizat:
Mukjizat Indrawi (Hissiyah) dan Mukjizat Rasional (‘Aqliyah)
4. Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an:
Segi
kebahasaan, segi tasyri’, berita tentang hal-hal ghaib, isyarat-isyarat ilmiah
dan ketelitian redaksinya
5.
Faedah I’jaz Al-Qur’an:
Memberikan
kesegaran kepada akal dan hati, sebagai media dakwah untuk menarik hati orang, sebagai
ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang
benar, sebagai hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang
yang ragu, mengokohkan keyakinan akan
kebenaran Risalah Muhammad Saw. dapat mengetahui keagungan Allah dengan
mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia, sebagai motivasi untuk selalu
bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam ilmu pengetahuan, dsb
Implikasi
yang bisa kita tangkap dari pembahasan diatas adalah bahwa kemu’jizatan
al-Qur’an terletak pada berbagai aspeknya yang manapun. Baik itu dari segi
kebahasaan (tekstual) dan isi kandungannya (kontekstualnya) yang mana sistem
informasinya yang jauh menjangkau masa depan yang tidak akan pernah terkuak
oleh akal manusia tanpa bantuan al-Qur’an. Alla>hu A‘lam Bi Al-S{{owa>b
DAFTAR
PUSTAKA
Al- Munawwar, Said Agil Husain dan Masyhur, Ijaz AI-Qur'an dan MetodologiTafsir,1994.
Al-Qat}t}a>n, Manna>’ Khali>l. Studi
Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2012.
Al-Suyu>t}iJalalAl-Di>n
Al-Suyu>t}i, al-Itqon, juz II.
Anwar,
Rosihan, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka setia, 2000.
Depdikbud, Kamus
besar bahasa Indonesia, ed II. Jakarta: Balai Pustaka,1995.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al Qur’an:
Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Bandung:
Mizan, 2003.
Suma,
Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Usman, Ulu>mul Qur’a>n.
Yogyakarta: Teras, 2009.
Al-Munawwar, Said Agil Husain dan Masyhur, Ijaz AI-Qur'an dan
MetodologiTafsir,1994
Al-Qat}t}a>n, Manna>’ Khali>l. Study
Ilmu-ilmu Al Qur’an (terjemahan dari Mubahits fi Ulumul Qur’an), Jakarta:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2004
Al-Qat}t}a>n, Manna>’ Khali>l. Studi
Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2012
Anwar,
Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka setia, 2000
Depdikbud.
Kamus besar bahasa Indonesia, ed II. Jakarta: Balai Pustaka,1995
Shihab, M.
Quraish. Mukjizat Al Qur’an, Bandung: Mizan, 1997
Usman, Ulu>mul Qur’a>n,
Yogyakarta: Teras, 2009
[1] Amin Suma, Ulumul Qur’an
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 154
[4]
Al-Qur’an, 5:31
[5] Manna>’ Khali>l Al
Qat}t}a>n, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2012), 371
[9]
Depdikbud, Kamus
besar bahasa Indonesia, ed II. (Jakarta: Balai Pustaka,1995), 670
[11]
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal 311. lihat juga Muhammad bin
Alwi al-Maliki, Zubdatul Itqan fi ulumil
Quran, 311
[12]
Rosihan Anwar, Ulumul
Qur’an, (Bandung: Pustaka setia, 2000),199
[13]
Al-Qur’an, 79: 1-5
[14]
Al-Qur’an, 2: 212
[15]
Rosihan Anwar, Ulumul
Qur’an, 199
[16]
M. Quraish
Shihab, Mukjizat Al Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2003), 196
[18] Al-Qur’an, 21: 30
[19]
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al
Qur’an, 171
[20] Ibid, 188
[22] Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Qur’an
(terjemahan dari Mubahits fi Ulumul Qur’an), (Jakarta: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2004), hal. 371
Tidak ada komentar:
Posting Komentar